Dari Luar Pulau Hingga Luar Kampus

Dua malam yang lalu, di depan gedung peninggalan Belanda dan terlihat tua. Saya bersama salah satu kawan dari luar Pulau Jawa, lebih tepatnya dia berasal dari Makasar Pulau Sulawesi. Kami membicarakan hal-hal yang mungkin beberapa orang diaggap haram. Iya, ini soal system kerja sebuah organisasi yang memang diantara kami ada perbedaan pola kerja selain perbedaan kultur daerah.
Dia menceritakan bahwa di daerah tempat asalnya, perebutan posisi atau kekuasaan dalam organisasi itu sangat sengit. Bukan hanya menggunakan politik pola fikir namun politik fisik pun halal untuk digunakan. Dalam artian mereka kerap melakukan adu fisik demi mendapatkan kekuasaan. Missal saling pukul dan hantam, yang lebih ngeri lagi ada yang saling bunuh menggunakan parang atau busur itu yang mereka kerap gunakan.
Bayangkan saja kekuasaan sekelas organisasi mahasisiwa mereka berani mengorbankan nyawanya, yang pada dasarnya lingkungan kampus itu adalah tempat belajar dan keberlanjutan kekuasaan terbatas 14 semester. Jika tidak beruntung ya DO. Tapi itu nyata dan itulah yang terjadi. Pola fikir yang  keras dan komitmen yang tinggi itu menjadi salah satu alasan kenapa hal itu terjadi, penjelasan kawan saya. Memang benar kalau solidaritas yang tinggi ditanamkan saat mereka menjadi mahasiswa baru, dengan meminum air yang ditetesi darah mereka.
Dari cara mereka saat mendapatkan posisi atau kekuasaan yang seperti itu, hal positif yang diapatkan adalah loyalitas mereka dalam organisasi yang tinggi. Entah itu hanya untuk kepentingan pribadi atau umum yang jelas organisasi mereka hidup. Saya menaruh rasa salut kepada mereka bukan masalah cara mereka yang seperti itu, namun betapa besar dan berartinya organisasi dalam tataran kampus bagi mereka. Dan itu yang sulit saya temui di jawa, maksutnya jawa yang saya ketahui yaitu kampus ku yang berada di Jawa Timur.
Posisi atau kekuasaan dalam organisasi intra kampus hanya digunakan sebagai jalan kaderisasi di organisasi ekstra kampus. Bukan maksut sinis, tapi hanya menjelaskan apa yang saya tahu. Karena banyak organisasi intra kampus yang mati suri karena di duakan pengurusnya yang lebih focus di ekstra kampus. Itukah pengurus yang katanya lebih bertanggung jawab dan berpengalaman dari pada anggotanya.
Sedangkan bagi mahasiswa yang hanya ikut satu organisasi intra kampus justru menggunakan posisinya sebagai jalan mereka untuk meningkatkan eksistensi mereka. Semangat saat pergantian sampai awal kepengurusan setelah itu tenggelam tertelan eksistensi. Posisi mereka dapat dan kerja hanya sebuah wacana yang memang teori itu mudah diucapkan. Dimanakah letak berharganya sebuah organisasi? Aiiihhhhhhh……. Kalian hanya cangkang siput yang bermahkota namun ditinggal oleh tuannya.[]

No comments