Antara Membangun dan Hujatan Sebuah Kritikan
![]() |
Akhir-akhir ini budaya
kritik menkritik tumbuh subur di dalam lingkaran pergaulan saya. Entah ini
karena pengaruh aktivitas keseharian kami yang tergolong dalam lingkaran pers
mahasiswa, budaya kritik tumbuh subur tak terbendung. Di media social apalagi, khususnya
facebook. Kolom komentar yang disediakan oleh media social tersebut menjadi
forum public yang efektif dan semua orang dapat mengutarakan pendapatnya
masing-masing. Entah itu pendat yang bersifat membangun atau mengarah ke bentuk
hujatan karena pemilihan diksi yang mungkin kurang tepat. Namun memang setiap
penulis memiliki karakter yang berbeda-beda saat menulis.
Adalagi dibeberapa
grup media social seperti Whatsapp, yang di dalamnya banyak sekali anggota dari
berbagai lembaga yang berbeda dengan memiliki kultur komunikasi yang berbeda
pula. Percakapan di grup akan di kuasai oleh perseorangan atau kelompok yang
memang lebih vocal dalam menyampaikan pendapat, sehingga orang-orang yang
memang tidak vocal cenderung diam dan mengacuhkan obrolan dalam grup tersebut.
Obrolan pun juga cuma nglor-ngidul
nggrambyang gak aturan, moderator tidak ada dan keberadaan satu sama lain pun
jauh. Maksutnya hanya sebatas teks. Obrolan
hanya berakhir pada rasa capek ngetik panjang, tak ada kesepakatan yang
diambil. Sungguh sia-sia menurut saya, bukan mengedukasi justru timbul
penilaian negative.
Hal yang perlu
diperhatikan atau mungkin yang sering kawan-kawan lewatkan. Sikap dan mental
seseorang yang mendapat kritikan itu paham atau tidak, tujuan sebuah kritikan. Jangan
sampai seperti dosen di Kampus saya yang memberikan lebel mahasiswa “memalukan”
kepada saya karena salah satu anggota dalam organisasi saya menuliskan kritikan
terhadap penerapan system akademik kampus yang dinilai memberatkat mahasiswa. Masak
mahasiswa yang sudah daftar wisuda disuruh mengulang matakuliah yang nilainya
belum cukup. Itukah sikap dosen terhadap suara mahasiswa. Sungguh memalukan
saya ini memiliki dosen seperti anda. Oops…. Keceplosan.
Lebih singkatnya seperti itulah kondisi social
dalam lingkaran pergaulan saya. Memang sangat keren jika dapat saling
memberikan evaluasi terhadap kawan kita lewat kritikan. Namun yang perlu
diingat lingkungan social memiliki tata karma, sopan santun, unggah ungguh,
atau norma-norma. Dan dalam penulisan kita memiliki aturan “EYD”, setidaknya
ketika tulisan kita sudah sesuai EYD jangan abaikan nilai social masyarakat. Aturan
tersebut digunakan agar sifat kritikan ini membangaun dan tak bersifat hujatan,
yang akhirnya menyinggung perasaan seseorang. Karena setiap orang memiliki
makna tersendiri terhadap sebuah kritikan yang menjadi sumber bapernya hati ini. []
No comments