Kopi Belakang Rumah dan Nilai Tradisionalnya

BANYUWANGI, Seneporejo- Sebelum saya mendirikan rumah disepetak tanah yang ada di Desa Seneporejo,  lahan tersebut masih ditumbuhi semak belukar dan beberapa pohon-pohon yang biasanya hidup di kebun . Tepatnya pada pertengahan tahun 1998 saya pindah rumah dari Desa Topeng Reges kec. Pesanggarang ke Desa Seneporejo ke kec. Siliragung. Pada sepetak tanah yang ingin keluarga saya bangun rumah tersebut terdapat beberapa jenis pohon yang mengisi. Salah satunya adalah pohon kopi. Terdapat tiga pohon kopi yang ada dalam pekarangan saya.
Keberadaan pohon tidak dihilangan saat proses pembangunan rumah. Tiga pohon kopi tersebut dibiarkan hidup oleh kakek saya. Kakek saya berharap tiga pohon kopi yang ada dibelakang rumah dapat memenuhi kebutuhan kopi di lingkaran keluarga saya. Karena kebutuhan akan ketersediaannya kopi di kalangan keluarga saya cukup tinggi.
Jumlah pohon yang hanya tiga pohon menjadikan proses pemanenan hanya dilakukan oleh nenek saya secara mandiri. Kopi yang dipanen hanyalah kopi yang berwarna merah saja, selesai itu kopi dipisahkan dari kulit arinya dengan cara ditumbuk. Dengan tujuan mempermudah proses pengeringan, yang dilakukan dengan cara tradisional yaitu pengeringan sinar matahari. Kurang lebih 3 sampai 4 hari proses pengeringan menggunakan cara tersebut.
Setelah itu dilakukan pengolahan. Diawali dengan proses penyangraian kopi menggunakan wajan yang terbuat dari tanah. Sembari diaduk-aduk agar proses sangria itu maksimal, juga mempersiapkan bahan tambahan yang akan ditambahkan pada kopi. Seperti beras atau potongan kelapa, hal tersebut bertujuan untuk menciptakan rasa dan aroma dari kopi. Sehingga kopi yang diolah oleh kakak saya memiliki rasa yang khas. Dengan cara tersebut juga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari kopi tersebut.
Kopi hasil dari proses penyangraian yang didapat, selanjutnya dilakukan penumbukan untuk memperkecil ukuran kopi. Sehingga kenampakan kopi sudah dalam keadaan bubuk, dan siap untuk dikonsumsi oleh keluarga saya. Dan keluarga saya sudah mampu melakukan kemandirian pangan dalam pemenuhan kebutuhan kopi.
Kopi yang dihasilkan pun tidak dijual hanya dikonsumsi sendiri. Rutinitas kakek saya yang selalu meminum kopi setiap bangun pagi  dan nenek saya selalu menyajikan segelas minum besar kopi untuk kakek. Menggunakan gelas besar, minuman kopi tersebut menjadi pembagian untuk kakek dalam sehari.
Kopi pun dapat dikonsumsi tanpa diseduh, itu yang saya lakukan. Rasa kopi dengan campuran beras dan jagung membuat rasa kopi menjadi lebih gurih. Sehingga meskipun tanpa diseduh, kopi tersebut sudah dapat dimakan dengan cara diberi gula. Sebagai salah satu peningkatan mutu rasa kopi, perpaduan gurih dan manis. Ingat tanpa diseduh, hanya bubuk kopi yang dicampur gula lalu dimakan.[]

No comments