Keceriaan Bermain Era 90-an
JEMBER, Sumbersari- Sore itu, sekitar jam setengah 6
sore, tanggal 21 Juni 2016 -sehabis melepas dahaga setelah seharian penuh
berpuasa-, terjadi obrolan ringan tentang masa kanak-kanak. Mulai dari Helmi
-kawan serumah kontrakan saya- bercerita masa kecilnya sering bermain gundu
(kelereng) sepulang sekolah. Dia sangat menikmati kesehariannya bermain
kelereng bersama kawan-kawan se-SD-nya.
Helmi kecil begitu mahir bermain
kelereng. Saking jeniusnya, kelereng sejauh 2-3 meter pun tak pernah lepas dari
sasaran tembaknya. Sehingga tak jarang dia membawa pulang kelereng banyak di
kantong celana SD-nya waktu itu. Kemahirannya bermain kelereng tak jarang
membuat kawan-kawannya tidak mau bermain dengannya karena takut kelereng mereka
di "borong" si Helmi.
"Akhirnya ya saya bermain
kelereng dengan orang dewasa." kata Helmi dalam Bahasa Jawa.
Mendengar cerita Helmi, Rizza
-juga kawan sekontrakan saya- menceritakan waktu kecilnya yang sering bermain layang-layang.
Namun dalam hal ini, dia hanya menunggu di kejauhan, dan langsung berlari
mengejar ketika ada salah satu layang-layang yang putus.
“Aku tidak begitu mahir
menerbangkan layang-layang, tapi aku lebih senang ngubere.” jelasnya dalam Bahasa Jawa.
Dia memiliki cara sendiri membuat
dirinya bahagia tanpa harus pandai menerbangkan layang-layang. Meski harus
jatuh bangun di tengah sawah, dia tidak berhenti mengejar. Tidak jarang juga
dia pulang dengan pakaian basah kuyup karena terjatuh ke ke sungai kecil.
“Aku dulu sering dimarahi ibuku
karena pulang dengan baju basah kuyup. Namun, besoknya aku minta ijin main ke
sawah lagi, tetap di beri ijin.” tambahnya.
Mendengar cerita kawan-kawan, saya
teringat masa kecil dahulu yang sering bermain air hujan dan lempar-lemparan
tanah basah. Meski sederhana, hal tersebut sangat menyenangkan. Memang terkadang
setelah main air hujan besoknya saya langsung sakit. Tapi setelah sembuh saya
tetap melakukannya, hingga akhirnya saya jadi jarang sakit meski bermain air
hujan.
Selain itu, masih banyak lagi
obrolan kami bertiga tentang permaian masa kecil. Helmi dengan petak umpetnya,
Rizza dengan permainan kayunya, dan masih banyak lagi.
“Untung saja aku dilahirkan di
tahun 90-an, jadi aku masih bisa merasakan permainan-permainan yang seru. Andai
saja masa kecilku di tahun-tahun ini, mungkin masih usia 5 tahun saja aku sudah
memakai kaca mata.” ungkap saya di tengah obrolan kami dalam Bahasa Jawa.
Sangat disayangkan
permainan-permainan seru tersebut perlahan mulai pudar dan hilang di masa ini. Dengan
kemajuan teknologi yang seharusnya dapat memudahkan dan membantu pekerjaan
manusia sekarang ini, hadirnya layar-layar dengan hiburan game menggiurkan
membuat anak sekarang jarang
bersosialisasi dengan kawan-kawannya. Sepulang sekolah, lempar tas, langsung
main gadget. Entah kurangnya
pengawasan orang tua atau kemajuan teknologi ini yang membuat mereka begitu
tidak peduli dengan lingkungannya.[]
No comments