Kota dan Kampusku (Tak) Seluhur Sedulur Sikep
![]() |
Bendera Indonesia- Luhuring Negoro Ono Ning Lakune Rakyate (dok.Repro) |
Manusia tidak pernah bisa lepas dari
kesalahan, untuk itu saya mengucapkan maaf terlebih dahulu karena kemungkinan
tulisan yang saya buat ini tidak bisa lepas dari kesalahan pula. Dan
kemungkinan saya juga termasuk dari manusia. Kenapa kemanusiaan diri saya masih
kemungkinan? Karena yang dapat memanusiakan saya adalah manusia yang lebih
dahulu saya manusiakan.
Kemanusiaan pada setiap orang dapat
dilihat dari interaksi sosial di lingkungan masyarakat. Sikap saling membatu,
menghargai, ataupun menghormati merupakan cara yang digunakan untuk
memanusiakan manusia. Bukan hanya manusia yang harus kita hormati dan hargai,
namun alam yang sangat dekat hubungannya dengan kita (sebagai
manusia) juga perlu demikian. Karena manusia merupakan bagian dari alam,
saling membutuhkan dan tingkat ketergantungan satu sama lain sangatlah tinggi.
Salah satu suku atau kelompok yang
memiliki rasa kepedulian tinggi terhadap alam adalah suku samin. Kepedulian
tersebut dilihat dari ajaran suku tersebut, ajaran saminisme biasa disebut. Suku samin awalnya merupakan masyarakat
pengikut dari seseorang yang bernama Samin Surosentiko, yang mengajarkan ajaran
sedulur sikep.
Sebutan samin itu sendiri diambil
dari nama depan pelopor suku samin, yaitu Samin Surosentiko. Yang memiliki arti
“ sami-sami” yaitu bersama-sama. Sehingga nilai gotong-royong dan kebersamaan
dalam ajaran tersebut sangatlah tinggi. Perilaku orang samin “ sedulur sikep” cenderung lurus dan
polos, namun memiliki tingkat kejujuran dan pemikiran kritis yang tinggi.
Seperti yang saya katakan di awal
tadi, tingkat kepedulian suku samin terhadap lingkunngan sangtlah tinggi.
Pandangannya selalu positif, dilihat dari kebiasaan mereka yang mengambil dan mempergunakan
sumber daya alam, secukupnya. Tidak pernah mengeksploitasi lingkungan, tidak
seperti beberapa masyarakat dikota yang sedang saya tinggali saat ini. Mereka mengeksploitasi
alam, khususnya Gumuk. Dengan alasan kebutuhan ekonomi, mereka mengeruk sumber
daya alam yang berupa bebatuan, secara berlebihan. Bahkan dibeberapa gumuk,
pengerukan batunya sampai habis. Dan pemerintah hanya diam saja. Pura-pura
tidak tahu, seperti tidurnya penumpang bus ketika ada pengamen datang
menghampirinya.
Bukan hanya itu saja, selain tidak
rakus dalam pemanfaatan alam suku samin
juga sering melakukan ritual-ritual khusus untuk kelestarian alam.
Menurut saya itu merupakan wujud syukur suku samin terhadap alam. Karena bagi
mereka alam ibarat ibu sendiri, karena alamlah yang memberi kehidupan kepada
mereka.
Suku yang tumbuh dan berkembang di
Pulau Jawa itu melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa jawa ngoko karena mereka tidak mengenal
tingkatan dalam bahasa jawa. Mereka menghormati orang dari sikap dan
perbuatannya bukan dari bahasa. Saya rasa dengan demikian mereka lebih
berhati-hati dan tidak sembarangan dalam bertindak. Sehingga ketika mereka
sudah berani bertindak atau bersikap maka komitmen mereka akan besar. Hal itu
karena tindakan mereka akan berkaitan dengan kehormatannya. Tidak seperti
kondisi sosial di kampusku, kepada orang yang lebih tua ataupun lebih tinggi
tingkatanya dalam hal akademis maupun jabatan, kami harus berkata manis. Misal
kepada dosen, kami harus menggunakan kata yang sopan dan cara berkomunikasi pun
juga diatur, seperti tidak boleh sms atau telepon dosen.
Saya rasa hal tersebut akan membuat
sekat antara dosen dengan mahasiswa, dan secara tidak langsung akan membentuk
dinasti sosial. Akan lebih baik jika kita berkomunikasi layaknya teman “seumuran”.
Dengan demikian kita akan lebih dekat, nyaman dan tidak ada rasa sungkan dalam
berkomunikasi. Namun tidak melepas sikap saling menghargai dan menghormati satu
dengan yang lain.
Kesederhanaan suku samin memang sangat
kental dan nilai-nilai luhur pun sangat tinggi. Selain bahasa keluhuran ajaran
samin dapat dilihat dari pekerjaan mereka. Seluruh masyarakat suku samin
pekerjaan sehari-harinya hanyalah bertani tidak ada yang berdagang. Karena
dalam ajaran sedulur sikep kegiatan seperti berdagang sangat dilarang. Hal
tersebut merupakan wujud penolakan suku samin terhadap kapitalisme. Sedangkan
di kampusku justru ada matakuliah yang cenderung kearah kegiatan berdagang,
Kewirausahaan atau KWU biasa disebutnya.
Dalam matakuliah itu diajarkan
bagaimana kita mendapatkan laba yang besar dengan modal yang kecil. Hal
tersebut sangat bertentangan dengan ajaran sedulur sikep. Karena dalam ajaran sedulur
sikep, usaha yang dilakukan bukan mencari laba namun hanya sebatas bisa
mencukupi kebutuhan diri sendiri tanpa menyusahkan orang lain.
Samin mengajarkan cinta kasih ke
sesama manusia dengan toleransi yang tinggi. Bagi mereka agama bukanlah hal
yang dapat diperdebatkan. Karena setiap keberagaman itu harus dihormati bukan
diseragamkan, apalagi dipaksa untuk sama. Sehingga dengan cara seperti itu
diharapkan perpecahan antar umat beragama dapat dihindari. Hal yang paling
penting bukanlah agama yang kita anut namun perilaku kita sebagai umat
beragama.
Mari memanusikan alam dan manusia, dengan saling
menghargai, menghormati dan tinggi toleransi, insyaallah Indonesia akan selamanya aman tentram tanpa perpecahan.
No comments